Rabu, 27 November 2013

Mentawai, last mission.



Hari ini, Selasa, 22 Oktober 2013. Adalah hari di mana saya akan berangkat ke Pulau Mentawai. Terus terang saya tidak menyukainya, seperti yang sudah-sudah, yang ada dalam bayangan saya adalah perjalanan menaiki kapal fery yang harus ditempuh dalam cuaca buruk yang pastinya akan membuat saya  menumpahkan seluruh isi perut seperti adalah beberapa perjalanan saya sebelumnya ke sana. Kali ini saya akan menuju ke Desa Sikakap, Kecamatan Pagai Utara. Itu adalah Ibukota Kecamatannya. Perjalan ini adalah perjalanan kelima saya ke Kepulauan Mentawai, perjalanan kedua ke Sikakap dan perjalanan dinas terakhir saya di BPBD Provinsi Sumatera Barat.
Mas Kus, Bang Ade dan Hendra
Misi kali ini adalah mendampingi teman-teman dari UNDP, mas Kusnadi Doni dan Hendra, yang kantor mereka berada di lantai tiga di kantor BPBD Provinsi Sumatera Barat untuk mengikuti lokakarya yang diadakan berkenaan dengan Sistem Pengelolaan air bersih dan pengenalan lebih dalam tentang Komite Pengguna dan Pemakai Air Bersih (KP2AB) yang ada di masyarakat sana. Pihak UNDP mengirimkan 2 anggota (mas Kusnadi Doni

Situasi di atas KMP Gambolo

dan Hendra) sementara BPBD provinsi juga mengirimkan 2 orang anggotanya, saya dan bang Ade Imansyah. Sehingga kami semua berjumlah 4 orang. Saya sudah mengantisipasi perjalanan ini dengan membawa 7 buah baju, 2 buah celana panjang dan 2 buah celana pendek sajadah dan selebihnya baju dalam dan perlengkapan mandi, jadi ransel besar saya penuh. Mengapa? Karena hal ini untuk mengantisipasi bahwa perjalanan ini akan lama, tidak 3 hari (istilahnya putar kepala, sampai esok pagi dan kembali lagi pada sore harinya), tidak 5 hari atau 7 hari tetapi 11 hari pulang balik. Hal ini dikarenakan satu dari dua unit fery (KMP Ambu-ambu) yang ada itu sedang diservis, naik dok di Jakarta sudah selama sebulan ini. Dan masih belum dapat diketahui kapan akan kembali ke pelabuhan Bungus untuk membawa penumpang. Alamaaak… Alhasil, semua perjalanan yang menggunakan fery diambil alih oleh KMP Gambolo Perjalanan dimulai dan berangkat dari kantor BPBD Provinsi Sumatera Barat pada pukul 15:00 WIB menuju pelabuhan Bungus. Mobil berhenti di pelabuhan Bungus pada pukul 16:00 WIB yang langsung dilanjutkan dengan membeli tiket fery seharga Rp 80.000 untuk kelas ekonomi. Mengapa kelas ekonomi? Karena kami sudah menyewa kamar ABK untuk tempat tidur kami nanti malamnya. Sewa kamar atau tempat tidur ABK bisa beragam, harus pintar-pintar mendekati ABK yang bertanggungjawab untuk masalah sewa-menyewa tersebut. Kalau sudah dekat maka harga bisa sekitar Rp 150.000 per tempat tidur atau Rp 500 – 700 ribu perkamar. Sementara harga bisa naik tinggi kalau yang naik itu adalah wisatawan asing. Terkadang wisatawan asing tersebut yang membanderol harga dengan sangat tinggi duluan untuk menghempang penumpang lain mendapatkan kamar untuk beristirahat. Mereka berani mengeluarkan duit hingga Rp 1 – 2 juta per kamar.

KMP Gambolo terlihat sedikit lebih kecil dari KMP Ambu-ambu yang sedang naik dok namun geladak paling atasnya memiliki tempat berteduh yang lebih baik daripada KMP Ambu-ambu karena memiliki atap terpal.
Peluit kapal sudah dibunyikan sebanyak tiga kali dalam jarak waktu 15 menit masing-masingnya dan kami berangkatlah. Saya tentu saja sudah menenggak antimo sebelumnya, mengikuti jejak mas Kus yang menneggak bukan satu tetapi dua dengan alasan biar dia teler saja di tempat tidur hahaha... Setelah selama setengah jam saya ada di geladak atas sayapun kembali ke kamar untuk, tentu saja… tidur, menghindari kalau-kalau akan keluarnya semua isi perut saya kalau gelombang tinggi, untungnya, pada hari itu laut tenang bagaikan danau.
Ini senja waktu kami berangkat ke sana, jingga tembaga!
Keesokan harinya kapal merapat ke dermaga Sikakap pada pukul 06:30 WIB dan kami langsung menuju ke penginapan yang bernama Wisma Bagindo dengan masing-masing menumpang ojek seharga Rp 10 .000. Pada hari ini kami free karena acara baru dimulai esok hari, namun komunikasi dengan pihak luar melalui telepon tidak bisa dilakukan karena sinyal telekomunikasi telepon genggam mati di daerah inji sudah sebulan lamanya. Aiiih…. L
* * *
Lokakarya di mulai pada hari ini, 24 Oktober 2013, bertempat di salah satu gedung Dinas Perikanan Sikakap yang langsung menghadap ke laut biru. Lumayan membuat mata segar namun panasnya ampun-ampunan. Di sini, ternyata pembicara yang akan saya perkenalkan ternyata adalah teman lama, satu aliansi saya dulu sewaktu saya masih bekerja di pulau Simeulue. Nazar, dulunya bekerja di German Agro Action yang kantor mereka berseberangan jalan dengan kantor saya Concern Worldwide. Jadi… ya ini adalah reunian. J
Lokakarya, yang diisi dengan peserta dari kalangan masyarakat pemakai air bersih, hari pertama ini berjalan sangat baik. Ada juga game interaktif yang membuat peserta tidak bosan dan giat bertanya. Dijelaskan pula mengenai teknik pemipaan air dan bagaimana menjaga kelestarian sumber air bersih yang ada di alam agar dapat dipakai sampai kapanpun. Nazar mengambil alih 90% acara yang membuat andil saya otomatis hanya ada di memperkenalkan dirinya awal acara dan menutupnya di akhir acara. Namun semua terasa puas.
Hari kedua juga berjalan dengan baik, hanya setengah hari lalu selesai dan berhubung itu hari Jum’at maka bagi yang muslim dilanjutkan dengan sholat Jum’at di satu-satunya mesjid raya yang lumayan besar dan menampung banyak jamaah, mengingat Islam bukanlah mayoritas agama yang dianut di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Seperti yang saya katakan di atas, saya sudah mengantisipasi kepergian kali ini akan berhari-hari, dan beginilah, setelah kembali ke wisma maka yang dilakukan adalah bengong.

Hup!



Tidak banyak hal yang bisa dilihat di Sikakap, namun jika bisa meminjam atau menyewa boat atau perahu maka kita bisa memancing, menikmati pantai yang putih atau nyemplung di laut. Berkenaan dengan nyemplung di laut. Sebenarnya hal itu tidak usah dilakukan jauh-jauh karena bisa dilakukan di dalam Wisma Bagindo sendiri.


Mmmmmmuach!! 

Gazebo Wisma Bagindo
Umumnya penginapan yang ada di sini memang berhadapan langsung dengan laut, tetapi hanya di Wisma Bagindo inilah yang langsung bisa nyemplung dari gazebo yang dibangun tepat di atas laut, dengan enaknya tanpa harus terganggu dengan tambak ikan atau tambatan perahu-perahu. Hendra, salah seorang teman dari UNDP pada sore itu langsung nyebur ke dalam hijaunya lautan yang dipenuhi banyaknya ikan kecil dan ikan hias.
Seperti itulah, setiap hari di sini kita bisa menikmati banyaknya ikan yang bersliweran di seputaran gazebo Wisma Bagindo. Ada bermacam kerapu yang berenang di antara karang-karang solid yang menjadi rumah mereka, ikan singa dengan sirip yang melambai-lambai bahkan ada ikan kuda laut yang… baru kali ini saya lihat berenang dengan tenangnya dengan posisi kepala ada di bawah dan buntut di atas, bukan itu saja, ukurannya juga sekitar 50-an cm. Dalam pikiran saya selama ini kuda laut itu hanyalah ikan kecil yang berenang anggun di antara rumput-rumput laut. Saya gak salah kan.  :P
Suatu sore, Yogi, pemilik Wisma Bagindo tempat kami menginap, mendatangi saya yang sedang leyeh-leyeh di gazebo tersebut.

Ini nih si Kuda Laut nungging

“Gak mancing bang?” tanyanya sambil melihat beberapa alat pancing yang memang tergelak di meja di gazebo tersebut.
“Lagi malas.” Jawab saya seenaknya.
“Mancinglah. Kalau jam segini biasanya biasanya jamnya ikan lapar.” Lalu dia mengambil mata kail miliknya dari dalam dan mulai bekerja. Sisa roti yang dimakannya diambil sedikit dan dikepalkan menjadi umpan dan terjun bebaslah pancing sederhana itu, tak sampai semenit Yogi sudah menarik kembali kailnya ke atas dengan sebuah ikan kuning di ujungnya.
“Gampang kan, kalau tau selanya sih mudah hehehe… Cuma pakai mata (pancing ukuran) 20 dan roti sudah bisa mancing.” Heh! Seru juga. Sayapun tergerak untuk memancing. “Kalau mata yang ini nyangkut, beli aja bang di warung depan musholla, di sana ada jual kok.” Yogi terus pergi sambil tersenyum.
Dan saya juga mulai bergerak, membeli beberapa mata pancing ukuran 20, seribu perak dapat lima buah mata dan lanjut membeli roti sebagai umpan lalu kembali ke wisma dan duduk di atas gazebo dengan peralatan perang yang lengkap. Kail dipasang, umpan juga ditancapkan, dan menyelamlah kail saya, dan benar, tak lama, benar-benar tak lama ikan sudah saya dapatkan. Dalam satu jam saya sudah mendapatkan sepuluh ikan yang akhirnya saya lepaskan kembali. J
Setelahnya, kami mulai menyempatkan untuk memancing kembali. Ada stu kejadian yang buat saya mengagumkan. Salah seorang temannya Yogi datang pada saat itu dan melihat ada banyaknya ikan kecil yang berkumpul di seputaran gazebo (saya lupa nama ikannya), membuat ia tergerak untuk memancing. Dengan apa? Nah itu dia. Pemuda itu lalu membuat pancungan dengan mata kail nomor 50 atau 60 lalu membuat ikatan bukan satu tetapi 3 ikatan pancingan jadi satu sehingga membentuk kait jangkar. Setelah jadi ia lalu melemparkannya ke arah ribuan ikan kecil yang berkerumun, menunggu, dan… menarik sekuatnya hingga mengenai salah satu ikan tersebut dan menjadikan ikan tangkapan itu sebagai umpan. Jenius! Ikan yang terluka itu masih hidup walau tak lama sehingga harus cepat dikaitkan ke mata pancing biasa dan menjadi umpan hidup untuk ikan besar seperti gabu. Walau ia tidak mendapatkan ikan besar namun apa yang te;ah dilakukannya menjadikan inspirasi bagi kami bagaimana untuk mendapatkan umpan untuk memancing haha… dan kamipun lalu mulai meniru apa yang dikerjakannya memancing dengan menggunakan ikan kecil sebagai umpan yang dipancing dengan kaitan 3 mata kail. Tapi bagi saya, seberapa kuatnya saya mencoba untuk menarik kail tiga mata pancing itu seltelah dilepas ke laut, tetap tidak bisa sekeras pemuda tersebut, ternyata tidak semudah yang dibayangkan dan berat jenis air menambah level kesulitan tersebut. Tapi tidak dengan hendra, beberapa kali ia bisa menangkap ikan-ikan kecil tersebut walau dengan bersusah payah. :D, yah setidaknya bisa memancing walaupun tidak mendapatkan hasil ikan besar.
Mulai entah hari ke berapa saya selalu menyempatkan bangun pagi, biasanya sih setelah sholat subuh saya tidur lagi, :P. tapi tidak di mulai entah hari ke berapa itu, saya keluar, duduk di pinggiran gazebo lengkap dengan kamera di tangan dan menatap ke timur. Biru sudah menampakkan kuasanya sejak pukul 05:30 untuk kemudian membiarkan jingga mengambil alih perannya dan akhirnya, mata sang hari itupun muncullah pada pukul 06:03 WIB. Dia dan hari segera bermula setelahnya.


Hari itu tanggal 29 Oktober, hari Selasa. Yogi meminjam kamera saya, katanya untuk meliput pertandingan bola. Ya, hari ini ada pertandingan bola antara Sikakap toimur dan Sikakap tengah. Ia mengundang kami untuk ikut meyaksikan pada pukul 16:00 WIB sore. Saya ingin melihatnya namun cuaca tidak mendukung, mas Kusnadi setuju dengan saya untuk melihat tetapi berdua tentu akan asik kalau tidak dengan yang 2 orang lagi. Hujan ternyata tidak berlangsung lama dan saya dengan mas Kus memutuskan untk tetap ikut menonton bola di seberang, kami kembali mengajak hendra dan bang Ade dan akhirnya mereka setuju, yeeey! Untuk menyeberang itu kita cukup menyewa perahu dan membayar sebesar Rp 3.000/orang atau Rp 20.000 per/perahu. Pangkalan perahu untuk menyeberang terletak di gang-gang kecil di antara rumah openduduk tak jauh dari wisma. Kami harus menunggu beberapa saat untuk mendapat tumpangan karena banyak yang akan menyeberang. Pada kenyataannya perahu itu, sama halnya dengan bis kota atau angkot lainnya, menaikkan penumpang melebihi jumlah seharusnya. Perjalanan ke seberang kurang lebih lima menit dengan perahu dan disambut oleh dermaga kecil di antara deretan bakau. Entah mengapa, saya suka sekali dengan pohon-pohon bakau. Batang yang alot dan akar yang menghunjam keras ke tanah serasi dengan dedaunnya yang kecil. Biawak, burung, keong, ikan kecil dan biota lainnya menjadikan bakau habitat sempurna mereka.

Pertandingan bola itu dilaksanakan di lapangan sebuah sekolah yang ternyata itu adalah satu-satunya lapangan yang ada. Pemainnya bergelut di antara ketatnya lawan dan beceknya lapangan sehabis hujan. Dan mendung masih menyisakan sedikit biru langit senja. Persatuan Olah Raga Sikakap Timur (Porstim) menang 2-1 dari lawannya. Yogi sebagai manajer klub tentu berbangga hati.
Tanggal 31 Oktober, hari ini pukul 05:30 WIB pagi peluit KMP Gambolo telah terdengar. Hendra yang selama ini gelisah menunggu kapan akan kembali ke Padang dapat menenangkan hati dan perasaannya sekarang. 
KMP Gambolo merapat, hari ini kami akan kembali ke Padang, senangnya.
Pada pukul 15:30 WIB kami sudah bersiap membereskan barang-barang. Dengan diantar salah seorang operator boat BPBD, bang Hen, kamipun menuju KMP Gambolo menggunakan boat. Kapal akan berangkat pada pukul 17:00 WIB dan orang-orang ternyata susah banyak yang naik. Setelah selesai dengan administrasi tiket dan kamar. Mas Kus turun lagi ke bawah dan berbincang-bincang dengan temannya. Saya dan Hendra bersantai di geladak atas. Pukul 17:00, peluit berbunyi 3 kali pertanda berangkat. KMP Gambolo berjalan meninggalkan Sikakap menuju Padang. Dan tak lupa saya sudah menelan jatah antimo saya. 


Hey you!