Hari ini, Selasa, 22 Oktober 2013. Adalah hari di mana saya
akan berangkat ke Pulau Mentawai. Terus terang saya tidak menyukainya, seperti
yang sudah-sudah, yang ada dalam bayangan saya adalah perjalanan menaiki kapal
fery yang harus ditempuh dalam cuaca buruk yang pastinya akan membuat saya menumpahkan seluruh isi perut seperti adalah
beberapa perjalanan saya sebelumnya ke sana. Kali ini saya akan menuju ke Desa
Sikakap, Kecamatan Pagai Utara. Itu adalah Ibukota Kecamatannya. Perjalan ini
adalah perjalanan kelima saya ke Kepulauan Mentawai, perjalanan kedua ke
Sikakap dan perjalanan dinas terakhir saya di BPBD Provinsi Sumatera Barat.
Mas Kus, Bang Ade dan Hendra |
Misi kali ini adalah mendampingi teman-teman dari UNDP, mas
Kusnadi Doni dan Hendra, yang kantor mereka berada di lantai tiga di kantor
BPBD Provinsi Sumatera Barat untuk mengikuti lokakarya yang diadakan berkenaan
dengan Sistem Pengelolaan air bersih dan pengenalan lebih dalam tentang Komite
Pengguna dan Pemakai Air Bersih (KP2AB) yang ada di masyarakat sana. Pihak UNDP
mengirimkan 2 anggota (mas Kusnadi Doni
Situasi di atas KMP Gambolo |
dan Hendra) sementara BPBD provinsi juga mengirimkan 2 orang anggotanya, saya dan bang Ade Imansyah. Sehingga kami semua berjumlah 4 orang. Saya sudah mengantisipasi perjalanan ini dengan membawa 7 buah baju, 2 buah celana panjang dan 2 buah celana pendek sajadah dan selebihnya baju dalam dan perlengkapan mandi, jadi ransel besar saya penuh. Mengapa? Karena hal ini untuk mengantisipasi bahwa perjalanan ini akan lama, tidak 3 hari (istilahnya putar kepala, sampai esok pagi dan kembali lagi pada sore harinya), tidak 5 hari atau 7 hari tetapi 11 hari pulang balik. Hal ini dikarenakan satu dari dua unit fery (KMP Ambu-ambu) yang ada itu sedang diservis, naik dok di Jakarta sudah selama sebulan ini. Dan masih belum dapat diketahui kapan akan kembali ke pelabuhan Bungus untuk membawa penumpang. Alamaaak… Alhasil, semua perjalanan yang menggunakan fery diambil alih oleh KMP Gambolo Perjalanan dimulai dan berangkat dari kantor BPBD Provinsi Sumatera Barat pada pukul 15:00 WIB menuju pelabuhan Bungus. Mobil berhenti di pelabuhan Bungus pada pukul 16:00 WIB yang langsung dilanjutkan dengan membeli tiket fery seharga Rp 80.000 untuk kelas ekonomi. Mengapa kelas ekonomi? Karena kami sudah menyewa kamar ABK untuk tempat tidur kami nanti malamnya. Sewa kamar atau tempat tidur ABK bisa beragam, harus pintar-pintar mendekati ABK yang bertanggungjawab untuk masalah sewa-menyewa tersebut. Kalau sudah dekat maka harga bisa sekitar Rp 150.000 per tempat tidur atau Rp 500 – 700 ribu perkamar. Sementara harga bisa naik tinggi kalau yang naik itu adalah wisatawan asing. Terkadang wisatawan asing tersebut yang membanderol harga dengan sangat tinggi duluan untuk menghempang penumpang lain mendapatkan kamar untuk beristirahat. Mereka berani mengeluarkan duit hingga Rp 1 – 2 juta per kamar.
KMP Gambolo terlihat sedikit lebih kecil dari KMP Ambu-ambu
yang sedang naik dok namun geladak paling atasnya memiliki tempat berteduh yang
lebih baik daripada KMP Ambu-ambu karena memiliki atap terpal.
Peluit kapal sudah dibunyikan sebanyak tiga kali dalam jarak
waktu 15 menit masing-masingnya dan kami berangkatlah. Saya tentu saja sudah
menenggak antimo sebelumnya, mengikuti jejak mas Kus yang menneggak bukan satu
tetapi dua dengan alasan biar dia teler saja di tempat tidur hahaha... Setelah
selama setengah jam saya ada di geladak atas sayapun kembali ke kamar untuk,
tentu saja… tidur, menghindari kalau-kalau akan keluarnya semua isi perut saya
kalau gelombang tinggi, untungnya, pada hari itu laut tenang bagaikan danau.
Ini senja waktu kami berangkat ke sana, jingga tembaga! |
Keesokan harinya kapal merapat ke dermaga Sikakap pada pukul
06:30 WIB dan kami langsung menuju ke penginapan yang bernama Wisma Bagindo
dengan masing-masing menumpang ojek seharga Rp 10 .000. Pada hari ini kami free
karena acara baru dimulai esok hari, namun komunikasi dengan pihak luar melalui
telepon tidak bisa dilakukan karena sinyal telekomunikasi telepon genggam mati
di daerah inji sudah sebulan lamanya. Aiiih…. L
* * *
Lokakarya di mulai pada hari ini, 24 Oktober 2013, bertempat
di salah satu gedung Dinas Perikanan Sikakap yang langsung menghadap ke laut
biru. Lumayan membuat mata segar namun panasnya ampun-ampunan. Di sini,
ternyata pembicara yang akan saya perkenalkan ternyata adalah teman lama, satu
aliansi saya dulu sewaktu saya masih bekerja di pulau Simeulue. Nazar, dulunya
bekerja di German Agro Action yang kantor mereka berseberangan jalan dengan
kantor saya Concern Worldwide. Jadi… ya ini adalah reunian. J
Lokakarya, yang diisi dengan peserta dari kalangan
masyarakat pemakai air bersih, hari pertama ini berjalan sangat baik. Ada juga
game interaktif yang membuat peserta tidak bosan dan giat bertanya. Dijelaskan
pula mengenai teknik pemipaan air dan bagaimana menjaga kelestarian sumber air
bersih yang ada di alam agar dapat dipakai sampai kapanpun. Nazar mengambil
alih 90% acara yang membuat andil saya otomatis hanya ada di memperkenalkan
dirinya awal acara dan menutupnya di akhir acara. Namun semua terasa puas.
Hari kedua juga berjalan dengan baik, hanya setengah hari
lalu selesai dan berhubung itu hari Jum’at maka bagi yang muslim dilanjutkan
dengan sholat Jum’at di satu-satunya mesjid raya yang lumayan besar dan
menampung banyak jamaah, mengingat Islam bukanlah mayoritas agama yang dianut
di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Seperti yang saya katakan di atas, saya sudah mengantisipasi
kepergian kali ini akan berhari-hari, dan beginilah, setelah kembali ke wisma
maka yang dilakukan adalah bengong.
Hup! |
Tidak banyak hal yang bisa dilihat di Sikakap, namun jika bisa meminjam atau menyewa boat atau perahu maka kita bisa memancing, menikmati pantai yang putih atau nyemplung di laut. Berkenaan dengan nyemplung di laut. Sebenarnya hal itu tidak usah dilakukan jauh-jauh karena bisa dilakukan di dalam Wisma Bagindo sendiri.
Mmmmmmuach!! |
Gazebo Wisma Bagindo |
Seperti itulah, setiap hari di sini kita bisa menikmati
banyaknya ikan yang bersliweran di seputaran gazebo Wisma Bagindo. Ada bermacam
kerapu yang berenang di antara karang-karang solid yang menjadi rumah mereka,
ikan singa dengan sirip yang melambai-lambai bahkan ada ikan kuda laut yang…
baru kali ini saya lihat berenang dengan tenangnya dengan posisi kepala ada di
bawah dan buntut di atas, bukan itu saja, ukurannya juga sekitar 50-an cm. Dalam
pikiran saya selama ini kuda laut itu hanyalah ikan kecil yang berenang anggun
di antara rumput-rumput laut. Saya gak salah kan. :P
Suatu sore, Yogi, pemilik Wisma Bagindo tempat kami
menginap, mendatangi saya yang sedang leyeh-leyeh di gazebo tersebut.
Ini nih si Kuda Laut nungging |
“Gak mancing bang?” tanyanya sambil melihat beberapa alat
pancing yang memang tergelak di meja di gazebo tersebut.
“Lagi malas.” Jawab saya seenaknya.
“Mancinglah. Kalau jam segini biasanya biasanya jamnya ikan
lapar.” Lalu dia mengambil mata kail miliknya dari dalam dan mulai bekerja. Sisa
roti yang dimakannya diambil sedikit dan dikepalkan menjadi umpan dan terjun
bebaslah pancing sederhana itu, tak sampai semenit Yogi sudah menarik kembali
kailnya ke atas dengan sebuah ikan kuning di ujungnya.
“Gampang kan, kalau tau selanya sih mudah hehehe… Cuma pakai
mata (pancing ukuran) 20 dan roti sudah bisa mancing.” Heh! Seru juga. Sayapun
tergerak untuk memancing. “Kalau mata yang ini nyangkut, beli aja bang di
warung depan musholla, di sana ada jual kok.” Yogi terus pergi sambil tersenyum.
Dan saya juga mulai bergerak, membeli beberapa mata pancing
ukuran 20, seribu perak dapat lima buah mata dan lanjut membeli roti sebagai
umpan lalu kembali ke wisma dan duduk di atas gazebo dengan peralatan perang
yang lengkap. Kail dipasang, umpan juga ditancapkan, dan menyelamlah kail saya,
dan benar, tak lama, benar-benar tak lama ikan sudah saya dapatkan. Dalam satu
jam saya sudah mendapatkan sepuluh ikan yang akhirnya saya lepaskan kembali. J
Setelahnya, kami mulai menyempatkan untuk memancing kembali.
Ada stu kejadian yang buat saya mengagumkan. Salah seorang temannya Yogi datang
pada saat itu dan melihat ada banyaknya ikan kecil yang berkumpul di seputaran
gazebo (saya lupa nama ikannya), membuat ia tergerak untuk memancing. Dengan
apa? Nah itu dia. Pemuda itu lalu membuat pancungan dengan mata kail nomor 50
atau 60 lalu membuat ikatan bukan satu tetapi 3 ikatan pancingan jadi satu
sehingga membentuk kait jangkar. Setelah jadi ia lalu melemparkannya ke arah
ribuan ikan kecil yang berkerumun, menunggu, dan… menarik sekuatnya hingga
mengenai salah satu ikan tersebut dan menjadikan ikan tangkapan itu sebagai
umpan. Jenius! Ikan yang terluka itu masih hidup walau tak lama sehingga harus
cepat dikaitkan ke mata pancing biasa dan menjadi umpan hidup untuk ikan besar
seperti gabu. Walau ia tidak mendapatkan ikan besar namun apa yang te;ah
dilakukannya menjadikan inspirasi bagi kami bagaimana untuk mendapatkan umpan
untuk memancing haha… dan kamipun lalu mulai meniru apa yang dikerjakannya
memancing dengan menggunakan ikan kecil sebagai umpan yang dipancing dengan
kaitan 3 mata kail. Tapi bagi saya, seberapa kuatnya saya mencoba untuk menarik
kail tiga mata pancing itu seltelah dilepas ke laut, tetap tidak bisa sekeras
pemuda tersebut, ternyata tidak semudah yang dibayangkan dan berat jenis air
menambah level kesulitan tersebut. Tapi tidak dengan hendra, beberapa kali ia
bisa menangkap ikan-ikan kecil tersebut walau dengan bersusah payah. :D, yah
setidaknya bisa memancing walaupun tidak mendapatkan hasil ikan besar.
Mulai entah hari ke berapa saya selalu menyempatkan bangun
pagi, biasanya sih setelah sholat subuh saya tidur lagi, :P. tapi tidak di
mulai entah hari ke berapa itu, saya keluar, duduk di pinggiran gazebo lengkap
dengan kamera di tangan dan menatap ke timur. Biru sudah menampakkan kuasanya
sejak pukul 05:30 untuk kemudian membiarkan jingga mengambil alih perannya dan
akhirnya, mata sang hari itupun muncullah pada pukul 06:03 WIB. Dia dan hari
segera bermula setelahnya.
Hari itu tanggal 29 Oktober, hari Selasa. Yogi meminjam
kamera saya, katanya untuk meliput pertandingan bola. Ya, hari ini ada
pertandingan bola antara Sikakap toimur dan Sikakap tengah. Ia mengundang kami
untuk ikut meyaksikan pada pukul 16:00 WIB sore. Saya ingin melihatnya namun
cuaca tidak mendukung, mas Kusnadi setuju dengan saya untuk melihat tetapi
berdua tentu akan asik kalau tidak dengan yang 2 orang lagi. Hujan ternyata
tidak berlangsung lama dan saya dengan mas Kus memutuskan untk tetap ikut
menonton bola di seberang, kami kembali mengajak hendra dan bang Ade dan
akhirnya mereka setuju, yeeey! Untuk menyeberang itu kita cukup menyewa perahu
dan membayar sebesar Rp 3.000/orang atau Rp 20.000 per/perahu. Pangkalan perahu
untuk menyeberang terletak di gang-gang kecil di antara rumah openduduk tak
jauh dari wisma. Kami harus menunggu beberapa saat untuk mendapat tumpangan
karena banyak yang akan menyeberang. Pada kenyataannya perahu itu, sama halnya
dengan bis kota atau angkot lainnya, menaikkan penumpang melebihi jumlah
seharusnya. Perjalanan ke seberang kurang lebih lima menit dengan perahu dan
disambut oleh dermaga kecil di antara deretan bakau. Entah mengapa, saya suka
sekali dengan pohon-pohon bakau. Batang yang alot dan akar yang menghunjam
keras ke tanah serasi dengan dedaunnya yang kecil. Biawak, burung, keong, ikan
kecil dan biota lainnya menjadikan bakau habitat sempurna mereka.
Pertandingan bola itu dilaksanakan di lapangan sebuah
sekolah yang ternyata itu adalah satu-satunya lapangan yang ada. Pemainnya
bergelut di antara ketatnya lawan dan beceknya lapangan sehabis hujan. Dan
mendung masih menyisakan sedikit biru langit senja. Persatuan Olah Raga Sikakap
Timur (Porstim) menang 2-1 dari lawannya. Yogi sebagai manajer klub tentu
berbangga hati.
Tanggal 31 Oktober, hari ini pukul 05:30 WIB pagi peluit KMP
Gambolo telah terdengar. Hendra yang selama ini gelisah menunggu kapan akan
kembali ke Padang dapat menenangkan hati dan perasaannya sekarang.
KMP Gambolo merapat, hari ini kami akan kembali ke Padang,
senangnya.
Pada pukul 15:30 WIB kami sudah bersiap membereskan
barang-barang. Dengan diantar salah seorang operator boat BPBD, bang Hen,
kamipun menuju KMP Gambolo menggunakan boat. Kapal akan berangkat pada pukul
17:00 WIB dan orang-orang ternyata susah banyak yang naik. Setelah selesai
dengan administrasi tiket dan kamar. Mas Kus turun lagi ke bawah dan berbincang-bincang
dengan temannya. Saya dan Hendra bersantai di geladak atas. Pukul 17:00, peluit
berbunyi 3 kali pertanda berangkat. KMP Gambolo berjalan meninggalkan Sikakap
menuju Padang. Dan tak lupa saya sudah menelan jatah antimo saya.
Hey you! |