Bulan Mei 2013 adalah bulan di mana saya
dan teman saya Debby Hermawani janjian untuk pelesiran, pilihannya adalah Jogja
atau Bali. Bulan Mei dipilih karena cuma itulah waktu yang bisa mempertemukan,
haiiishh… mempertemukan bahasanya hehehe… waktu kita untuk ngumpul berdua.
Jatuhnya adalah tanggal 24 – 27.
Perjalanan saya berawal dari Padang,
dengan nmaik pesawat Lion Air pagi jam 08:00 WIB berangkat ke Jakarta yang lalu
disambung ke Ngurah Rai dengan pesawat dari maskapai yang sama. Alhasil sampai
di sana sekitar pukul 14:00 WITA. Ema, itu nama panggilan teman saya Debby,
sudah lebih dahulu tiba di sana tak berapa lama sebelum saya, mungkin 15
menitan lebih awal. Ia berangkat dari Surabaya, karenanya tak susahlah baginya
untuk mengatur jadwal penerbangan apa karena jarak yang tak begitu jauh.
Begitu sampai, mungkin ia mendengar
pesawat saya tiba dari pemberitahuan, ia langsung menelepon saya dan mengomel
kalau saya telepon genggam saya belum aktif karena ia sudah mencoba menelepon
berkali-kali. Saya bukan orang yang langsung menghidupkan telepon genggam
langsung begitu pesawat mendarat. Dan berjumpalah kami di sana. Sudah bertahun
lalu semenjak kuliah dulu. Ia masih subur namun lincah. :P dan ini adalah
perjalanan kami berdua pertama kali menginjak Bali. Setelah melihat-lihat
situasi bandara sebentar kami baru menyadari kalau belum makan siang. Sebagai
muslim, tentu ada rasa was-was mengenai apa yang hendak dimakan karena saya
tidak melihat restoran yang benar-benar dipastikan halal di area bandara (agak
katrok ya, biarlah hehehe…) namun ada restoran ayam taliwang yang saya lupa apa
amanya tapi harganya memang maharani untuk kantong karena memang diciptakan
untuk standar bandara jadinya yang dipilih adalah restoran cepat saji dengan
menu ayam goreng dan nasi. Setelahnya
kami hendak menuju hotel yang ada di Kuta. Rencana awal sih mau naek ojek
karena katanya tidak jauh kan, namun setelah dipikir-pikirkami memilih si taksi
burung biru yang ada di sana. Karena belum tahu bagaimana aturan mainnya maka
kami mencoba memberhentikan salah satu taksi burung biru itu di dropping area,
si bapak supir antara mau dan tidak berhenti, begitupun dengan kami. hingga
alkhirnya ia menurunkan kacanya dan berseru agak keras “Cepat masuk!” dan
masuklah kami dengan tergesa-gesa.
“Maaf mas, di sini taksi B**u B**r kan
gak boleh masuk bandara, dan gak boleh ambil penumpang, jadi siapa yang mau,
kalau lihat ada yang kosong langsung naik aja, jangan pake nanya-nanya. Kalau
ketahuan sama taksi lain atau pihak bandara bisa bahaya. Taksinya bisa
dipecahin kacanya, sementara sopirnya bisa bonyok dihajar sopir-sopir taksi
yang lain.” Oooh begitu… kami hanya bisa minta maaf dan mengangguk-angguk saja
karena tidak mengerti. Dan pertanyaan berikutnya sudah bisa ditebak
“Baru sekali ke Bali ya.”
“Iya pak, makanya kami gak tau.”
Rencana saya sih, hari pertama begitu
nyampe maunya langsung ke Uluwatu lihat tari Kecak, ternyata hal itu gak
bakalan kesampaian, karena transportasi dan jarak yang jauh, jadinya ya udah.
Begitu nyampe di penginapan langsung susun acara untuk jalan-jalan sekitar
Kuta.
* * *
Waktu itu saya dan Ema menginap di Segara
Sadhu Inn di Poppies II. Seperti yang diketahui, Poppies adalah nama jalan
kecil yang terkenal banyak memiliki hotel-hotel dengan harga miring namun bukan
hotel murahan. Segara Sadhu Inn menetapkan rate kamar kami seharga Rp
350.000/malam. Setelah mandi dan dan mengganti pakaian kami berencana untuk
jalan-jalan di Kuta yang berjarak hanya 2 menit berjalan kaki dari hotel. Sore
itu sedikit mendung, namun orang-orang tetap ramai bersantai di pantai sana.
Dan selain berjalan tentu saja, sesi foto hehehe… otomatis satu hari dan malam
itu kami gunakan berjalan-jalan dan untuk mengenal Kuta dan seputarannya.
* * *
Esok paginya, saya sudah bangun jam 06:00
WITA dan bersiap untuk jadwal “kemana lagi hari ini”. Seperti yang sudah
dijanjikan sama pihak hotel, mobil sewaan akan stand by pada pukul 09:00 WITA.
Oh ya, mengenai sewa menyewa, bagi yang ingin menyewa kendaraan, mobil yang
disediakan ada beragam, molai dari mobil yang kecil sejenis city car sampai
yang MPV seperti APV. Harganya berkisar antara Rp 300.000 – Rp 500.000 untuk 12
jam pemakaian. Bahkan kalau ada koneksi seperti saudara ataua keluarga atau
teman yang telah menetap di Bali, mungkin mereka bisa mendapatkan mobil seharga
Rp 450.000 untuk 24 jam. Sedangkan untuk sewa motor seitar Rp 50.000 untuk 24
jam, tapi ini disarankan untuk yang sudah mengenal jalan-jalan di bali atau
yang memang ingin tersesat dan berpetualang dengan bebas, semua terserah keinginan
masing-masing.
Supir yang akan mengantarkan kami
berjalan-jalan adalah Pak Agung. Sebenarnya yang paling ingin saya lihat adalah
candi Gunung Kawi, karena saya melihat candi tersebut dalam salah satu lokasi
set film The Fall. Pak Agung kemudin menyarankan kalau kita mengambil jalur
searah saja hingga Gunung Kawi menjadi persinggahan akhirnya. Kami sepakat,
jadi hari ini kami akan mengambil rute satu jalur saja, jadi persinggahan. Jadi
kami pergi dari Kuta yang lalu menyinggahi pantai Sanur. Terlalu banyak orang
di pantai ini, dan batu-batu besar. Sesak, saya merasa lebih nyaman Kuta dan
pantainya. Setelahnya adalah monkey forest di Padangtegal. I’m so exited.
Katanya monyet-monyet di sini galak-galak dan usil maka kami menjaga erat-erat
properti kami seperti tas dan kamera. Tujuan utama saya ke sini itu bukanlah
monyetnya sebenarnya tetapi pura yang ada di dalamnya, Pura Dalem Agung.
Memasuki areal monkey forest kita diharuskan membeli tiket dahulu, kalau tidak
salah Rp 20.000 atau Rp 30.000/orang. Begitu
masuk dua ekor makhluk berekor panjang itu sudah menunggu dengan tiduran dan
mencari kutu di tengah jalan. Ema, sudah bergidik khawatir kalau dua makhluk
itu akan berdiri dan melompat ke arahnya, saya? Ngeri-ngeri sedap juga
hahahaha… Tak jauh dari sana terlihat seorang pecalang yang menjaga agar
monyet-monyet itu tetap tertib, ia juga melemparkan beberapa ubi rambat sebagai
sebagai makanan monyet-monyet tersebut.
“Tak apa-apa, asal tidak diganggu, dan
jangan menatap matanya.” Berjalan saja seperti biasa.” Kata-kata bapak pecalang
itu menenangkan hati, sedikit. Dan kami langsung mengambil pose untuk berfoto
bersama. Jalan masuk ke dalam terbagi dua jalan yang satu terus sedangkan yang
lainnya belok kiri ke arah entah yang jelas hutan. Lami mengambil jalan setapak
yang sebelah kiri. Dan saya langsung jatuh cinta. Suasananya sangat magis
eksotis menurut saya. Pohon-pohon besar dengan akar yang menyembul, jalan
setapak, hijaunya lumut dan tanah basah, tangga batu yang mengarah ke sisi lain
hutan dan tentu saja… puluhan mata yang bersembunyi di antara lebatnya dedaun
di atas.
Makhluk-makhluk itu bahkan bergelayutan dari satu cabang ke cabang
lainnya. Mengikuti jalan setapak lalu kita akan bertemu dengan beberapa kios
souvenir yang menjajakan. Dagangannya tak jauh-jauh dari dagangan kios souvenir
lainnya, udeng, ukiran, kain, kipas dan lainnya. Namun ada gantungan dan
gantungan kunci yang berbentuk monyet yang dapat disambung-sambung sehingga
membentuk kumpulan monyet yang menanjat. Ema membeli 5 ukiran monyet itu
seharga Rp 3.000/buah. Masih mengikuti jalan setapak kini kita akan bertemu
dengan Pura Dalem Agung. Dikelilingi oleh pohon-pohon beringin dan pohon besar
lainnya suasana semakin mistis dan saya menyukainya. Untuk memasuki pura ini
kita terlebih dahulu harus memakai kain penutup aurat (khususnya kaki) berwarna
hijau dengan selendang kuning yang disampirkan di pinggang. Di dalam pura ada
ruang sembahyang utama yang terlarang dimasuki sembarang orang kecuali untuk
beribadah. Ada juga ukiran naga dari batu di bawahnya. Pengunjung hanya
diperbolehkan di areal dalam pura dan tidak diperbolehkan menginjakkan kaki ke
tangga areal sembahyang utama. Ya, saya rasa hal itu harus tetap dihormati kan
demi kekhusukan ibadah. Namun sepertinya hal itu tidak berlaku untuk
monyet-monyet yang ada di sini, mereka dengan asyik berlompatan dan menjelajah
ke sana kemari di putaran pura. Ini surga mereka. Bahkan botol air mineral Ema
disandera olehnya dan kami yang semula menyangka ia tidak dapat membuka
tutupnya ternyata terkecoh. Ia bisa membukanya!
Di
sisi lain hutan ada kolam kecil dengan ukiran naga dan harimau di tepinya.
Monyet-monyet biasa mandi di sana. Pemandangan ini tentu saja santapan empuk
para wisatawan untuk menyaksikan dan mengambil gambar monyet-monyet yang
berlompatan di dahan dan bergelut dengan sesama. Jalan-jalan setapak yang ada
mengarahkan kita ke pura yang satu lagi yang berada semakin ke dalam yang
dihiasi dengan kolam ikan koi dan sungai kecil yang deras jernih.
Pada akhirnya saya menyadari tempat yang
dapat dijelajahi di monkey forest ini adalah sebagian areal yang jalannya
berputar-putar di situ-situ saja. Mungkin yang membuatnya terpencil adalah area
yang dibatasi pagar dari pinggir jurang dan lingkungan luar, dan sungai kecil
yang deras dan jernih itu juga pemutus akses ke hutan sebenarnya di seberang
sungai. Kalau saja akses di sungai tersebut terbuka begitupun juga jalan-jalan
setapaknya bukan tidak mungkin orang-orang bisa tersesat di dalamnya, karena
keseluruhan luas areal ini adalah 27 hektar.
Lepas dari monkey forest kami menuju
Ubud, dayangnya tidak dapat menikmati Museum Antonio Blanco karena harus
mengejar perjalanan menuju Gianyar. Kami hanya berhenti sebentar di pemandangan
sawah Ubud yang fenomenal itu (yang pada saat itu baru saja panen sehingga
sawahnya gundul dan sebagian sudah menguning) dan singgah di sebuah restoran
yang menghadap ke pemandangan sawah untuk makan siang karena hari sudah hampir jam
13:00 WITA ternyata.
Setelah itu kami langsung menuju Gianyar,
rencana semula sih bisa mendapatkan Tirta Empul beserta istana presiden, tapi
akhirnya berbelok dahulu ke Candi Gunung Kawi dan jika ada waktu maka akan
mampir ke Tirta Empul (harapannya sih masih ada waktu itu). masuk ke Candi
Gunung Kawi kita akan berhadapan dulu dengan deretan kios souvenir yang ada, dan
saya menyempatkan membeli sehelai kain batik bali seharga Rp 60.000 dari
seorang ibu (murah atau kemahalan sih?) dan sepasang cincin seharga Rp 5.000. Harga
tiket masuk ke Candi Gunung Kawi adalah Rp 15.000/orang dan tentu saja karena
ini adalah areal suci maka kita akan disuruh memakai kain penutup beserta
selendangnya. Setelah itu kita bebas masuk. Candi Gunung Kawi terletak di bawah
lembah bukit. Untuk mencapainya kita harus menuruni ratusan tangga batu yang
beberapa cukup curam. Di kiri kana tangga terdapat puluhan kios-kios souvenir.
Sekitar 100 - 200 meter dari arah candi tidak terdapat lagi kios-kios tetapi
tangga yang semakin menuju ke bawah. Akhirnya!! Saya menyambangi Candi Gunung
Kawi. Candi yang semula hanya saya lihat di film The Fall akhirnya ada di depan
mata saya. Candi ini ditatah langsung dari bukit batu yang tingginya sekitar 10
meter. Dalam film The Fall pelataran candi dijadikan pagelaran artistik tari
kecak sembari adegan film tetap berlangsung, semua penari terbalut lumpur yang
menambah kemagisannya. Beberapa sesaji
diletakkan di tangga candi ini sementara di depannya, di bawah pelataran
terdapat kolam ikan yang sepertinya juga tempat menyucikan diri. Dari sisi
kanan candi terdapat pura yang pada saat itu sedang dipenuhi umat Hindu
bersembahyang, karena itu juga kami menahan diri untuk tidak berjalan ke pura
dan menahan suara agar tidak menimbulkan gaduh. Namun gaduh datang dari langit,
hujan turun dengan derasnya dan saya dan Ema berteduh agar tidak kebasahan dan
untuk melindungi kamera saya juga tentunya. Sejarak 50 meter di depan, candi
lain yang berukuran lebih kecil berdiri dalam posisi yang sama, ditatah
langsung dari bukit batu. Hujan seperti malu-malu, terkadang deras, terkadang
gerimis. Dan kami memutuskan untuk bergerak saja daripada ia semakin lebat dan
meninggalkan sifat gerimisnya.
Dan ternyata benar. Hujan semakin lebat dan kami
masih ada di setengah perjalanan menuju ke atas. Sampai di barisan kios-kios
souvenir kami meutuskan untuk beristirahat di salah satunya. Hari sudah sore
dan beberapa kios sudah memutuskan untuk mengakhiri jualannya untuk hari itu.
Sementara di kios tempat kami berhenti, sepasang suami istri itu masih saja mengurus dagangan mereka. Sang bapak sedang membuat gajah-gajahan dari kayu sementara sang ibu membereskan dagangan sambil membantu si bapak. Aaahhh… Kesempatan yang langka bisa melihat langsung proses pengukiran karya seni itu. J
Sementara di kios tempat kami berhenti, sepasang suami istri itu masih saja mengurus dagangan mereka. Sang bapak sedang membuat gajah-gajahan dari kayu sementara sang ibu membereskan dagangan sambil membantu si bapak. Aaahhh… Kesempatan yang langka bisa melihat langsung proses pengukiran karya seni itu. J
Dan waktu berteduh itu ternyata berlangsung
hingga sejam lamanya hingga akhirnya kami memutuskan untuk menembus hujan yang
mulai reda. Naik ke atas dan menuju mobil di parkiran. Waktu telah sore, dan
kesempatan untuk melanjutkan perjalanan ke Tirta Empul pupus sudah. Next time I
will.
* * *
Hari ini perjalanan kami kami akan
dimulai pada pukul 08:00 WITA, setelah sarapan di kamar, saat itu saya memilih
nasi goreng dan Ema memilih mi goreng, kami langsung berangkat. Pagi ini menuju
Tanah Lot, GWK, dan Uluwatu. Namun kami menyinggahi beberapa tempat dahulu
seperti Krisna. Krisna adalah pusat berbelanja yang ada di Bali khususnya
souvenir. Mau souvenir apa saja ada mulai dari makanan sampai ukiran, celana
pantai hingga kipas untuk santai, sabun mandi hingga sandal anyaman tali. Apa saja.
Saya membeli beberapa potong baju untuk keponakan dan souvenir kecil untuk
kakak saya. Sementara Ema, baju, makanan dan entah apa lagi. entah berapa lama
kami ada di sana, mungkin sejam. Oh iya, setiap pengunjung yang masuk ke dalam
akan diberi nomor peklanggan yang nantinya akan dijadikan nomor undian yang dimasukkan
ke dalam kotaknya pada akhir kunjungan dan diundi secara berkala seminggu atau
dua minggu sekali, hadiah utamanya: Mobil!
Selepas itu kami langsung menuju ke Tanah
Lot. Matahari sudah tinggi, sekitar
pukul 10:00-an WITA kami sudah sampai di sana. HTM untuk Tanah Lot itu sekitar
Rp 15.000 dengan tarif parkir yang… saya lupa. Tarif parkir di Bali untuk
daerah wisata itu dimulai dari Rp 2.000 – Rp 10.000. selesai dengan maslah
tiket, kami lalu menuju parkiran yang di belakang sehingga berjalan agak jauh.
Pak Agung sopir kami sepertinya sopir yang ingin enak sendiri. Ia tidak mau
bersusah payah mengantarkan kami ke tempat terdekat dan meminta kami berjalan
sendiri ke dalam. Ema sedikit kurang senang dengan pelayanannya. Amazing! Saya jatuh
cinta pada tempat ini. Walaupun panasnya ampun-ampunan dan ombak sedang
tingi-tinginya sehingga kami tidak dapat menyeberang ke puranya. Tapi saya
puas. Beserta ribuan pengunjung lainnya dari berbagai belahan dunia seperti
yang sudah-sudah, setiap orang mengambil momennya masing-masing untuk berfoto
dan berfoto lagi.
Selepas dari sana kami menuju ke jalan
keluar yang kiri-kanannya dipenuhi toko cinderamata. Kali ini saya mencoba
mencari pesanan abang saya yaitu bandana namun tak juga saya temukan. Yah sudahlah.
Sedangkan Ema tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dengan membuat tattoo
temporer kecil di atas mata kakinya seharga Rp 30.000. hari sudah siang dan
perut keroncongan, ternyata di parkiran ada beberapa penjual masakan yang cocok
buat kaum muslim, maka ke sanalah kami menuju untuk mengisi perut dan sholat.
* * *
GWK! Itulah rute selanjutnya. Hanya kira-kira
sejam dari Tanah Lot sudah sampailah kami di GWK, daerah Bukit Ungasan. Cuaca masih
saja tak menentu, setelah panas membara kini mendung mengambang. Ketika di pintu
masuk, kemegahan GWK sudah terasa, areal dan jalan masuk yang panjang dengan
taman yang teduh. HTM untuk GWK ini adalah Rp 40.000. ketika kita membayar
tiket masih belum keliatan wah-nya tempat ini, begitu keluar dari tempat tiket
kita disuguhkan dengan plaza selebar kira-kira 10 meter dan memanjang sejauh
kira-kira 100 meter. Di depan terdapat deretan toko cinderamata, di tengah ada
kolam air mancur kecil dan di ujung plaza ada sebuah patung Garuda Wisnu
Kencana berukuran 2 x 2 meter yang diukir dengan sangat detil. Daerah ini
dinamakan Street Theatre. Ini adalah
titik di mana pengunjung akan bermula dan berakhir. Di sebelah toko-toko
cinderamata ada beberapa gerbang batu yang menuju ke arah plaza yang lebih
lebar dan … itu memukau saya.
Deretan bukit kapur yang dipapas kotak-kotak memenuhi pemandangan. Inilah Garuda Plaza yang menjadi
titik fokus dari sebuah lorong besar pilar berukir batu kapur yang mencakup
lebih dari 4000 meter persegi luas ruang terbuka. Lotus Pond adalah nama yang diberikan untuk areal ini.
Jadi mungkin anggapannya bukit-bukit kapur itu akan berperan sebagai
bunga-bunga lotusnya. di Lotus pond inilah sering diadakan perhelatan
besar tingkat nasional dan internasional. GWK adalah hasil karya pematung
terkenal asal Bali I Nyoman Nuarta. Pembangunan terhenti sejak Indonesia
mengalamai krisis moneter di tahun 1998 seiring dengan melambungnya dolar dan
bahan baku. Namun proyek ini perlahan-lahan mulai dilanjutkan kembali karena I
Nyoma Nuarta merasa proyek ini harus selesai apapun kendalanya. Patung seberat
4.000 ton dengan tinggi 75 meter dan lebar 60 meter. Sehingga akan menjadi
patung terbesar di dunia nantinya. Patung ini diharapkan sebagai satu kesatuan
pandang yang kalau selesai dapat terlihat dari Kuta, Sanur, Nusa Dua hingga
Tanah Lot. Dimaksudkan sebagai simbol penyelamatan lingkungan dan dunia. Patung
ini terbuat dari campuran tembaga dan baja seberat 4.000 ton, dengan tinggi 75
meter dan lebar 60 meter. Karena belum
selesai maka patung-patung ini masih terpisah-pisah menunggu bagian yang lain
diselesaikan. Dan bagian patung Dewa Wisnu ini, pusar ke atas adalah bagian
yang tertinggi di GWK, dinamakan Wisnu
Plaza. Selain Wisnu Plaza ada juga Indraloka
Garden di mana kita dapat melihat pemandangan Bali di bawah dari sini, juga
ada Amphitheatre,
tempat
di luar ruangan untuk pertunjukan khusus dengan akustik yang dirancang dengan
baik. Setiap sore Anda bisa menonton tari Kecak yang terkenal dan gratis yaitu
sekitar pukul 18.30 s/d 19.30 WITA. Dan Tirta Agung.
*
* *
Langit
bukanlah mendung, tapi sudah menangis. Cukup deras hujan siang tu tapi acara
harus tetap berjalan. Rute selanjutnya adalah Uluwatu. Saya ingin menikmati
Pura ujung dunia, istilah saya, itu dan tarian kecaknya. Tapi hujan begini
apakah kami dapat menikmati kecak beserta pemandangan matahari terbenamnya? Di jalan
kami juga dihadang macat karena ada perbaikan jalan yang cukup menyita waktu
hningga akhirnya kami sampai di sana sekitar pukul 16:00 WITA dan benar,
mendung masih belum pergi. HTM untuk masuk ke kawasan pura Uluwatuitu Rp 15.000
dengan tarif parkir Rp 5.000 dan tari menonton tari Kecak itu Rp 70.000. dari
info yang didapat adalah pertunjukan tri kecaka akan diadakan namun masih
menunggu momen yang pas maksudnya adalah, jika hujan berhenti maka akan diadakan
di outdoor seperti biasa dengan pemandangan laut dan matahari terbenam, tetapi
jika tidak maka diadakan di indoor dengan keterbatasan sarana dan pemandangannya.
Saya hingga menit-menit terakhir berharap ujan berhenti, tapi ternyata hujan
masih betah. Akhirnya tari Kecak diadakan indoor di sebuah gedung denagn
panggung sederhana dan tempat-tempat duduk tambahan ples monyet-monyet
yangbersliweran di tiang-tiang gedung sambil sesekali menjatuhkan sisa makanan
mereka seperti kulit pisang. Sayang sekali. Namun saya tetap tekun mengikuti
karena saya penasaran seperti apa tari Kecak itu, pertunjukan dimulai dengan
pengidupan obor dan pemberkatannya yang lalu diikuti dengan deretan penari pria
bertelanjang dada dan pemberkatan lagi hingga akhirnya saya menontonnya tanpa
bersuara sedikitpun.
Saya takjub! Ini pertunjukan tari yang paling menggetarkan yang pernah saya lihat. Di akhir acara saya tak henti-henti bertepuk tangan memberikan aplaus pada setiap penarinya. Dan ini sangat menghibur. Biarlah saya tak dapat merasakan bagaimana melihat Kecak dengan pemandanagn matahari terbenam yang luar biasa tapi ini sudah mengobati rindu saya, mungkin lain kali saya dapat menyaksikannya dengan cuaca yang cerah.
Kembali
ke Kuta hari sudah gelap, namun kami meminta Pak Agung untuk menurunkan kami di
Joger, ada yang akan dibeli di sana. Joger adalah toko cinderamata yang sangat
terkenal di Bali. Ada beragam kaos yang lucu dan unik di sana, yah mungkin
itunadalah daya tarik utamanya, kaos. Namun selain itu Joger juga menjual
barang cideramata lainnya. Toko ini buka dari jam 08:00 WITA sampai jam 21:00
WITA.
Hari
ini, ditutup dengan hujan dan kelelahan yang sangat namun kami puas.
Esok
adalah hari kepulangan kami kembali ke tempat masing-masing, namun Ema ingin
pagi hari kami untuk bangun cepat dan berjalan-jalan di pantai.
*
* *
Kuta
di pagi hari adalah Kuta yang ramai, seakan tak pernah tidur. Jam 06:00 WITA
orang-orang sudah bersibuk ria, yang saya maksud bukan penduduk setempat tetapi
wisatawan. Hingga pagi itu kami leyeh-leyeh di pantai saya di sana sudah banyak
yang berolahraga pagi, belajar surfing, berjalan-jalan, berenang dan lainnya. Untungnya
cuaca hari ini cerah sehingga dapat melihat pemandangan lepas di pantai hingga
gunung Batur Agung di sisi sebelah kanan.
Aaaah…
tak terasa beberapa jam lagi kami akan meninggalkan Bali. Impiannya sih suatu
saat akan kembali lagi ke sini dan mengunjungi tempat-tempat yang belum sempat
dikunjungi, serta ketika ada yang bertanya “Sudah berapa kali ke Bali?” maka
saya dapat menjawabnya “Ini sudah yang ke… kalinya.” :P
Aaamiin.