Senin, 31 Oktober 2011

Verona

‎"Berikan aku keju dan Pepperoni,
atau... keju, sosis dan jagung manis. Tunggu, beri aku apapun yang kau punya." kata perempuan itu. Wajahnya cantik namun sendu.

Gaunnya berakhir di betis, berbahan sifon berwarna tosca berliris.
Image is taken from google
Kepalanya berpaling, menatap kosong pada udara malam kering.

"Beberapa tahun lalu tempat ini begitu berwarna," batinnya
"Karena ada dirimu dan diriku. Kita satu walau tak 'satu."

"Merasakan malam, menebas rindu dalam
Berpegangan berdua, melirik bintang di antara bata-bata tua.

Kita melintasi Piazza Arsenale, berhenti di Lungadige Cangrande
Kau menciumku,hingga kini baumu masih meretas otakku

Namun ada sesuatu yang terpuruk di situ
Kita tahu, bahwa kau bukan milikku satu.

Cinta menjadi penuh, bila hati tak lagi dua menyeluruh.
Lalu kau kembali padanya, dengan setengah hati yang tersisa.

Kita sakit, sakit yang bangkit
Kita buntung, putus tak menyambung

Kini aku berdiri di Via dietro Sant'Eufermia
Memanggil kembali bayangmu dalam benak dan rasa

Menunggu pizza yang sebenarnya hanya membuka luka
Dalam helaan nafas isak tak bebas."

Jumat, 28 Oktober 2011

Mengapa benda-benda terlihat lebih gelap ketika mereka basah?

Warna dapat terlihat oleh mata adalah karena adanya pemantulan cahaya yang menuju ke arah mata.
Mengapa benda-benda terlihat lebih gelap ketika mereka basah?
Mata menjadi indera pembeda antara gelap dan terang ketika mendapat cahaya. Jika cahaya yang datang berintensitas besar maka mata akan melihat benda yang terkena cahaya tersebut menjadi lebih terang. Sebagian benda dapat memantulkan cahaya hingga kemudian ditangkap oleh mata kita. Pakaian, kayu, kertas dan air adalah contohnya.
Pada benda (kain) yang basah, warna yang ditangkap oleh mata akan menjadi lebih gelap. Hal itu dikarenakan cahaya yang dipantulkan ke mata kita sedikit karenanya ia terlihat lebih gelap (walau saya lebih menyukai keadaan ini karena menurut saya warnanya menjadi lebih ‘berwarna’).
Sebaliknya, jika kain itu kering maka ia akan terlihat lebih terang, hal ini dikarenakan cahaya yang dipantulkan lebih banyak.

28 Oktober 2011

Sabtu, 15 Oktober 2011

Limoniad



She was there
Came slow as wind blows
A whistle from nowhere
A gold of thousand silver arrows

Amidst of a single frame perfection

Everytime she walked,
colours path blossom on the gound
Lean to the right, lean to the left
image diambil dari google
Their thousand eyes and mouths joined cheerfully  
Humming, singing together
Roots to the leaves, leaves to the wind, wind to the clouds, clouds to the rain, rain to the ground

Her hair flowing free
Brown and curly
Her skin some of perfect marble cut
Smell as hazelnut

She called a flower
One led to another
‘I got red, keep fire on your bed
I got blue, as mistycal morning dew
I got yellow, when it shines as a halo
I got white, one for day and night’

‘I  am’, she spoke, ‘Limoniad,
Missed me from the Dryad
Let my hair tangled of all roots
Let my fingers catch wind hoots

I lay on the meadow
Follow my true shadow
Open your eyes and see me,
Fly as a little bee

I live on the trees
On branches and all small berries
Feel me, for every new leaf 
For anything you believe.’

My hands,
They were cold to deadly pale
She touched it
Skin to skin
Green veining to another
They warmed then
But tasted different
It taste of coconut sweets
Taste of 6:00 in the morning shower
Taste of muds and freely laughter   
Taste of Sunday morning drizzle
Taste of red, blue, purple, green, yellow and other
Taste of missing.

‘What say you?’ she asked,

‘I  see childhood’

October 15, 2011

Selasa, 11 Oktober 2011

Dharmakshetra

image taken from google


Dharmakshetra
Delapan belas hari bersaksi kemarahan
Delapan belas hari bersaksi ego dan kekuasaan
(bahkan wejangan Dewa Biru termentahkan, Oh Dharmakshetra, masih pantaskah kau bergelar Padang Kebenaran?)
Dan semua dosa termaafkan

Antara fajar dan senja
Tak melukai yang tak bersenjata
Tak melukai wanita
Sampai semua Code of Conduct terlaksana

'Perang tak akan bisa dimenangkan sampai Bhisma terkalahkan!'
pikir Arjuna,
Dan benar, Bhisma mati,
Di hari kesepuluh, hari pertama Uttarayana
Pada luapan dendam Shikhandi, Androgini sejati

O Dharmakshetra,
Tercatat pada parva-parva
Luka Pandawa dan
Luka Kurawa

Rabu, 05 Oktober 2011

Simeulue, My never-ending-journey

Ini kali kedua saya bercerita tentang pulau ini. Entahlah, saya terlalu terpikat dengan pulau yang satu ini. Setiap kali saya dan teman saya bercerita tentang kemana atau tempat yang ingin dikunjungi, maka untuk ukuran Indonesia, pulau ini sebenarnya selalu masuk dalam ingatan saya. Kalau yang lain dengan bangganya mengatakan bali, Pulau seribu, ini, itu, maka saya selalu menjawab ‘Simeulue gak kalah bagusnya dari itu semua.’ Titik. Dan teman atau teman-teman saya selalu mencibir saya dengan mengatakan ‘Ah, Simeulue lagi, Simeulue lagi.’ Saya tak peduli. Saya bahkan sanggup bercerita tentang pulau ini sehari semalam dan semalamnya lagi sampai suntukpun tak apa.
Saya rela.











Bertahun lalu saya menginjakkan kaki saya di Simeulue, mengawali kerja pertama saya dengan LSM asing  berkenaan dengan program pascabencana gempa dan tsunami di Aceh. Hari-hari pertama saya di situ saya lewati dengan (saya rasa) keterbatasan dan kesengsaraan. Badan dan jiwa saya terkejut karena itu adalah pertama kali saya bekerja di luar daerah dan tinggal di sana. Itu kali pertama saya bekerja di tempat yang sebelumnya saya dengar hanya dari berita, yang kalau tidak ada berita maka Simeulue adalah neverland bagi saya. Itu adalah kali pertama saya dihadapkan dengan situasi di mana kalau mati listrik maka mati pulalah sinyal di telepon selular saya. Itu adalah kali pertama saya harus berpuas diri mandi dan karena air salah satu masalah besar di sana. Saya juga menggosok gigi dengan air hujan. Ironisnya, air hujan salah satu faktor pembuat gigi keropos. Ya, saya menggosok gigi saya dengan bahan yang membuat gigi rusak. Itu cerita kalau masih musim penghujan, lalu bagaimana kalau hujan tidak ada, maka hilanglah semua air bening yang saya dambakan, dan saya harus mandi dengan air tanah yang berbau, berwarna dan berasa. Tak jarang saya harus menumpang mandi di kantor atau di rumah tetangga yang punya kualitas air tanah lebih bagus dari kost-an saya.

Seketika saya menyesal. Saya menyesal untuk mengambil kesempatan bekerja di sana, di Simeulue. Tempat ini sungguh jauh berbeda dengan kota Medan, tempat kelahiran saya.

Pulau ini memiliki motto ‘Simuelue Ate Fulawan’ yang artinya kalau tidak salah ‘Simeulue Berhati Emas’. Simeulue juga dikenal sebagai pulau penghasil cengkeh, dan setiap mata anda memandang ke setiap bukit hijaunya maka mata anda memang bersirobok dengan kebun cengkeh yang berbaris rapi. Walau saya tidak menyukainya, namun saat itu diam-diam saya menyeru dalam hati, menakjubkan!


Pagi di bukit Kolok 



Pantai Naibos


Ibukota Simeulue bernama Sinabang yang luasnya dapat anda kitari selama 45 menit - 1 jam berjalan kaki, asal anda sanggup menahan panasnya udara pantai. Hal ini jugalah yang membuat saya berpikir kalau seharusnya produsen kosmetik membuat produk dengan kandungan SPF 60 sehingga saat kulit dibakar di kompor ia tidak rusak.

Ya, saya mengada-ada.

Mata pencaharian penduduk di sini beragam, yang pasti adalah nelayan karena ia dikelilingi pantai, namun bukan mata pencaharian mayoritas, maka jangan heran kalau ikan dan hasil laut di sini segar-segar adanya. Sebagian lagi berniaga, karyawan, dan hanya sebagian kecil bertani.

Satu Sisi Pelabuhan Sinabang





















Akses ke pulau ini ada dua, laut dan udara. Transportasi dari laut dapat dicapai dengan menggunakan kapal fery dari daerah Singkil atau Labuhan Haji, Aceh Selatan dengan biaya tiket yang terjangkau, namun saya lupa hari-hari keberangkatannya. Satu lagi adalah dengan udara yang menggunakan pesawat perintis seperti casa 212 dari perusahaan Smack dan Nusantara Buana Air, Susi Air (saya merekomendasikan ini), dan Merpati Airline. Khusus untuk Susi Air, penerbangan berangkat dari Medan setiap hari pada pukul 07:00 WIB dan sampai pada pukul 08:00 WIB.


















Tak terasa sudah dari setahun saya berada di pulau itu. saya jatuh cinta padanya. Pada alam dan keseluruhannya. Saya merasa bebas. Bisa mendengar kicauan burung bernyayi di atap kamar, melihat orang-orang memancing burung dengan galah dan getah. Menyeberang ke pulau-pulau kecil di sekitarnya. Saya jatuh cinta.


Pulau Siumat, kita harus menyeberang selama 1-1,5 jam untuk mencapainya


Sisi lain Pulau Siumat

















Pulau Siumat





Hingga akhirnya saya sadar kalau sudah waktunya saya harus pergi dari sana karena pekerjaan saya sudah usai. Namun setahun kemudian saya kembali ke sana hanya sekedar bermain-main walau hanya seminggu. Dan saya berharap agar saya dapat kembali lagi ke sana. Lagi dan lagi.

Dan Tuhan mendengar doa saya. Saya kembali ke pulau itu untuk bekerja. Saya senang bukan kepalang. Tak sabar rasanya untuk dapat menginjakkan kaki saya di sana. Senang rasanya bisa melihat kemeriahan pawai anak-anak saat acara hari besar keagamaan, bayangan matahari senja di pantai Busung, berjalan-jalan ke ujung pulau dan berziarah ke makam Tengku Di Ujung, pendiri dan leluhur warga Simeulue yang berasal dari Sumatera Barat (karena itulah salah satu bahasa yang dipakai di sini adalah bahasa Minang). 




Senja di pantai Busung





Pantai Busung

Kali ketiga saya kembali ke sana, pulau itu masih menyimpan sisi eksotis dan misterinya, namun ia bersedia membuka dirinya pada saya.
Saya seperti punya banyak pilihan, mulai dari menjelajah hingga ke ujung pulau, merenung di dermaga sendirian di saat sore, melihat karang Si Ambung-ambung yang terpatah menjadi dua, melihat air terjun bertingkat, atau melongok danau tersembunyi. Sepertinya saya hanya bersenang-senang di sana, namun… itulah kenyataannya. (n_n)


Pantai along, terletak di ujung barat laut pulau.

Makam Tengku Di Ujung, kini hanya sekitar 1,5-2 jam dari Sinabang.

Dermaga Desa Nasreuhe

Karang Si Ambung-ambung

Danau tersembunyi di desa Lauke

Bahkan sampai sekarang saya masih bisa membayangkan Simeulue dengan sangat baik seakan ada di hadapan saya. Saya mengenalnya dengan baik, saya mengenal setiap jalannya. Saya mengenal setiap lekukan bukit cengkehnya, saya dapat merasakan jernih air lautnya. Banyak kenangan yang tak bisa saya lepaskan.

Hingga saya percaya bahwa sebenarnya Tuhan telah membelah jiwa saya kali pertama saya menginjakkan kaki di sana. Ia kemudian menanamnya hingga kemudian ada seseorang yang menemukan dan memilikinya. Seseorang yang sengaja Tuhan kenalkan pada saya yang membuat saya tertawa dan menangis dalam satu rasa hati. Seseorang yang membuat saya marah dan belajar keras arti bersabar. Seseorang yang suaranya menenangkan dikalau hati galau. Ah sudahlah, cerita yang itu hanya untuk saya pribadi.

Saya rindu untuk kembali ke sana. Karena saya merasa hapal akan tiap lekuk pulau itu seperti telapak tangan saya sendiri. Saya bisa menjadi pemandu yang baik, mengajak menyusuri tiap daerah yang menarik, memberi cerita pada tiap tempatnya. Rindu ingin melihat setiap bukit cengkehnya, pantai dengan pasir halusnya, tumpukan karang yang menyembunyikan makhluk eksotis laut, melihat hujan deras dan matahari mencorong terang di saat bersamaan, mencium bau laut atau mencari kepiting di lumpur dan hutan bakau di belakang rumah kost saya dulu.




Belakang rumah kost dulu.



I cannot swim, kalo saya kelelep, kira-kira ada yang mau ngasih nafas buatan gak??
Dan saya memang masih berharap kalau suatu hari Tuhan mengijinkan saya untuk kembali ke sana, bertemu dengan separuh jiwa saya yang tertinggal di sana. Suatu hari…

Selasa, 04 Oktober 2011

Tanda-Tanda Saat Kematian

Share dari Nur Mujahidah di facebook.


100 hari : Seluruh badan rasa bergegar.

60 hari : Pusat rasa bergerak-gerak.

40 hari : Daun dengan nama orang yang akan mati di arash akan jatuh dan malaikat maut pun datang kepada orang dengan nama tersebut lalu mendampinginya sehingga saat kematiannya. Kadang-kadang orang yang akan mati itu akan merasa atau nampak kehadiran malaikat maut tersebut dan akan sering kelihatan seperti sedang rungsing.

7 hari : Mengidam makanan.

5 hari : Anak lidah bergerak-gerak.

3 hari : Bahagian tengah di dahi bergerak-gerak.

2 hari : Seluruh dahi rasa bergerak-gerak.

1 hari : Terasa bahagian ubun bergerak-gerak di antara waktu subuh and asar.

Saat akhir : Terasa sejuk dari bahagian pusat hingga ke tulang solbi (di bahagian belakang badan).

Seelok-eloknya bila sudah merasa tanda yang akhir sekali, mengucap dalam keadaan qiam and jangan lagi bercakap-cakap.

******Bila Malaikat Mencabut Nyawa******

Baginda Rasullullah S.A.W bersabda:
"Apabila telah sampai ajal seseorang itu maka akan masuklah satu kumpulan malaikat ke dalam lubang-lubang kecil dalam badan dan kemudian mereka menarik rohnya melalui kedua-dua telapak kakinya sehingga sampai kelutut. Setelah itu datang pula sekumpulan malaikat yang lain masuk menarik roh dari lutut hingga sampai ke perut dan kemudiannya mereka keluar. Datang lagi satu kumpulan malaikat yang lain masuk dan menarik rohnya dari perut hingga sampai ke dada dan kemudiannya mereka keluar. Dan akhir sekali datang lagi satu kumpulan malaikat masuk dan menarik roh dari dadanya hingga sampai ke kerongkong dan itulah yang dikatakan saat nazak orang itu."

Sambung Rasullullah S.A.W. lagi:
"Kalau orang yang nazak itu orang yang beriman, maka malaikat Jibrail A.S. akan menebarkan sayapnya yang disebelah kanan sehingga orang yang nazak itu dapat melihat kedudukannya di syurga. Apabila orang yang beriman itu melihat syurga, maka dia akan lupa kepada orang yang berada disekelilinginya. Ini adalah kerana sangat rindunya pada syurga dan melihat terus pandangannya kepada sayap Jibrail A.S."

Kalau orang yang nazak itu orang munafik, maka Jibrail A.S. akan menebarkan sayap disebelah kiri. Maka orang yang nazak tu dapat melihat kedudukannya di neraka dan dalam masa itu orang itu tidak lagi melihat orang disekelilinginya. Ini adalah kerana terlalu takutnya apabila melihat neraka yang akan menjadi tempat tinggalnya.

Dari sebuah hadis bahawa apabila Allah S.W.T. menghendaki seorang mukmin itu dicabut nyawanya maka datanglah malaikat maut.Apabila malaikat maut hendak mencabut roh orang mukmin itu dari arah mulut maka keluarlah zikir dari mulut orang mukmin itu dengan berkata:

"Tidak ada jalan bagimu mencabut roh orang ini melalui jalan ini kerana orang ini sentiasa menjadikan lidahnya berzikir kepada Allah S.W.T." Setelah malaikat maut mendengar penjelasan itu, maka dia pun kembali kepada Allah S.W.T. dan menjelaskan apa yang diucapkan oleh lidah orang mukmin itu. Lalu
Allah S.W.T. berfirman yang bermaksud:

"Wahai malaikat maut, kamu cabutlah ruhnya dari arah lain." Sebaik saja malaikat maut mendapat perintah Allah S.W.T. maka malaikat maut pun cuba mencabut roh orang mukmin dari arah tangan. Tapi keluarlah sedekah dari arah tangan orang mukmin itu, keluarlah usapan kepala anak-anak yatim dan keluar penulisan ilmu. Maka berkata tangan: Tidak ada jalan bagimu untuk mencabut roh orang mukmin dari arah ini, tangan ini telah mengeluarkan sedekah, tangan ini mengusap kepala anak-anak yatim dan tangan ini menulis ilmu pengetahuan."

Oleh kerana malaikat maut gagal untuk mencabut roh orang mukmin dari arah tangan maka malaikat maut cuba pula dari arah kaki. Malangnya malaikat maut juga gagal melakukan sebab kaki berkata:

"Tidak ada jalan bagimu dari arah ini kerana kaki ini sentiasa berjalan berulang alik mengerjakan solat dengan berjemaah dan kaki ini juga berjalan menghadiri majlis-majlis ilmu."

Apabila gagal malaikat maut, mencabut roh orang mukmin dari arah kaki, maka malaikat maut cuba pula dari arah telinga. Sebaik saja malaikat maut menghampiri telinga maka telinga pun berkata:

"Tidak ada jalan bagimu dari arah ini kerana telinga ini sentiasa mendengar bacaan Al-Quran dan zikir." Akhir sekali malaikat maut cuba mencabut orang mukmin dari arah mata tetapi baru saja hendak menghampiri mata maka berkata mata:

"Tidak ada jalan bagimu dari arah ini sebab mata ini sentiasa melihat beberapa mushaf dan kitab-kitab dan mata ini sentiasa menangis kerana takutkan Allah." Setelah gagal maka malaikat maut kembali kepada Allah S.W.T. Kemudian Allah S.W.T. berfirman yang bermaksud: "Wahai malaikatKu, tulis AsmaKu ditelapak tanganmu dan tunjukkan kepada roh orang yang beriman itu." Sebaik saja mendapat perintah Allah S.W.T. maka malaikat maut menghampiri roh orang itu dan menunjukkan Asma Allah S.W.T.

Sebaik saja melihat Asma Allah dan cintanya kepada Allah S.W.T maka keluarlah roh tersebut dari arah mulut dengan tenang.

Abu Bakar R.A. telah ditanya tentang kemana roh pergi setelah ia keluar dari jasad. Maka berkata Abu Bakar R.A:"Roh itu menuju ketujuh tempat:-

1. Roh para Nabi dan utusan menuju ke Syurga Adnin.
2. Roh para ulama menuju ke Syurga Firdaus.
3. Roh mereka yang berbahagia menuju ke Syurga Illiyyina.
4. Roh para shuhada berterbangan seperti burung di syurga mengikut kehendak mereka.
5. Roh para mukmin yang berdosa akan tergantung di udara tidak di bumi dan tidak di langit sampai hari kiamat.
6. Roh anak-anak orang yang beriman akan berada di gunung dari minyak misik.
7. Roh orang-orang kafir akan berada dalam neraka Sijjin, mereka diseksa berserta jasadnya sampai hari Kiamat."

Telah bersabda Rasullullah S.A.W: Tiga kelompok manusia yang akan dijabat tangannya oleh para malaikat pada hari mereka keluar dari kuburnya:-

1. Orang-orang yang mati syahid.
2. Orang-orang yang mengerjakan solat malam dalam bulan ramadhan.
3. Orang berpuasa di hari Arafah.


Sekian untuk ingatan kita bersama....

Walimana


‘Dalam jejakmu memijak bara’ kata angin
Aku terdiam
Walaupun aku tau ia sedang membaca
Terlihat wajahku olehnya, bisa dikata muram
Aku sadar aku kurang tidur belakangan (walau itu bukan satu-satunya hal)
Ia memanggil Walimana
Yang terbang datang jauh dari paruh gelap bulan
dan bukit-bukit keramat Mirfak
Petir menyambarnya, guruh memerangkapnya
Walimana merunduk berkepak bergelung merujuk palung
Menukik bersiap dan hinggap tepat
Di atas paha arca dewa
Matanya kelabu, sewarna abu
Bulunya putih dan kuning keemasan berparuh bening
Sayapnya merah kehitaman berminyak
Segaris sisik hijau memanjang dari leher ke dada
ini lebih kutakutkan
makhluk ini tepat membaca
Tahu akan rasa
Diam namun berbicara
Ia cantik
bentukan bidadari
tapi sedingin kunarpa
‘Apa pedulimu?’ tanyaku (dalam diam)
Ia tetap melihat dengan sepasang pupil yang hitam dan mengecil
Sekelam malam, setua bintang
Ia berkata
‘Aku hanya membaca,
Tak lebih,
Tak sampai habis.
Bukan posisiku, menentukan dirimu.’

Aku tak suka dirinya
Gerakan kepalanya,
Pandangan naifnya
seperti orangtua pada anaknya
tak ada rahasia semua terbuka
tepat menusuk,
memaksa untuk membuka
seberapa eratpun ku mencoba
di sini
di dalam sini
kualihkan pandangan
melawan, berpikir
mencoba merancang merajut diksi
mengepal sajak meraut rima
melepas jiwa pada kepasrahan
membiarnya bersanggama
agni pada chakram
tirta pada mantra
ia tetap diam
memandang
padaku
yang terbuka

October 3, 2011