Bau sisa hujan masih tertinggal memenuhi udara
Rasa segar yang sama sejak jaman purba tak berubah dan lekang di sini
Setetes air bergulir miring dan jatuh dari ujung daun pohon rambutan
Plas!
Ia memecah serak tanah di bawahnya lalu meresap hilang seperti yang lainnya
Menyisakan lubang lembab buta
Bulu-bulu sayap para malaikat hujan masih melayang berserakan memenuhi udara
Yang jatuh layaknya salju memutih penuh pada tanah basah
Yang lain terbawa angin entah kemana
Dan aku melihat itu semua sejelas aku melihat jejak-jejak tapak kakimu di lantai ini
Sejelas aku melihat jejak-jejak tapak tanganmu yang meraba di tiap dinding ini
Sejelas aku mencium jejak-jejak bau tubuhmu di tiap jengkal ruang ini
Dan sejelas tiap bayangmu yang memenuhi detail sudut pikiranku
Tapi bukan dirimu…
Karna kau tak kutemukan di sini
Dan aku tak kuasa mentransformasi-non-materialkan partikel-partikel diriku menujumu…
Aku tak bisa!
Aku tak tau kau di mana…
Dan bahkan dalam ketiadaanmu
Kau masih dapat menghukumku dengan rindu-benci ini
24 Sept 2009
23.20-23.28
Minggu, 01 Agustus 2010
Seandainya Kau Melihat
Sebuah daun kering jatuh dalam ceruk batang Flamboyan
Dengan mulut-mulut kecilnya ia berbisik padaku…
Dalam awal detikmu tercipta sebuah bintang
Pada awal jejakmu menghembus kenangan
Tawamu… tiang layer semangat dan arah Utara
Tapi kau tak sadari itu
Kau, bahkan punya percik itu dalam pandangmu
Dan angin membawa sepoi bau lekuk api silam gambar hidupmu
Tembus pandang di belakang, itu tidak terlalu buram (Dan kau masih melongoknya)
Di sana, sinar matahari menghunjam di balik mendung bagai pedang sang Mikail
Kini satu, tapi akan beribu
Semoga kau melihatnya
September 4, 2009
Dengan mulut-mulut kecilnya ia berbisik padaku…
Dalam awal detikmu tercipta sebuah bintang
Pada awal jejakmu menghembus kenangan
Tawamu… tiang layer semangat dan arah Utara
Tapi kau tak sadari itu
Kau, bahkan punya percik itu dalam pandangmu
Dan angin membawa sepoi bau lekuk api silam gambar hidupmu
Tembus pandang di belakang, itu tidak terlalu buram (Dan kau masih melongoknya)
Di sana, sinar matahari menghunjam di balik mendung bagai pedang sang Mikail
Kini satu, tapi akan beribu
Semoga kau melihatnya
September 4, 2009
Langganan:
Postingan (Atom)